Senin, 14 Januari 2019

Stereotipe Keluarga “Sempurna” dalam Karya Sastra


Pernikahan merupakan proses untuk menyempurnakan kehidupan sepasang lelaki dan perempuan. Banyak hal yang dilalui dan dipertimbangkan oleh banyak pasangan sebelum akhirnya menikah.  Ada yang melalui proses panjang berhubungan untuk saling mengenal pasangan satu sama lain, ada juga yang hanya sebentar melalui proses pendekatan dan menyegerakan menikah. Ada pasangan yang menikah karena saling mencintai, ada juga pasangan yang menikah karena paksaan dijodohkan oleh orangtua. Bagaimanapun prosesnya, pernikahan adalah suatu hal sakral yang idealnya terjadi satu kali dalam hidup.
Karya-karya sastra di Indonesia pun tidak luput dari karya yang bertemakan tentang pernikahan dan keluarga. Banyak karya yang menyoroti tentang kisah cinta yang bahagia di dalam rumah tangga, banyak juga karya yang mengangkat sisi lain pernikahan selain kebahagiaan, seperti konflik-konflik rumah tangga, KDRT, perselingkuhan, dan lain sebagainya.
Karya sastra seperti novel, cerpen, puisi, ataupun drama merupakan representasi kehidupan manusia sebenarnya, maka tak jarang banyak isu-isu sosial yang diangkat menjadi tema sebuah karya sastra. Dibandingkan karya sastra lainnya, cerpen masih cukup diminati karena cerita nya yang hanya sekali baca. Cerpen merupakan salah satu karya sastra prosa yang ditulis secara ringkas. Dalam perkembangannya, karsya sastra cerpen banyak ditulis oleh banyak kalangan dari beragam usia serta latar belakang. Hal itu juga yang membuat cerita-cerita dalam cerpen menjadi beragam.
Banyak cerpen yang sudah beredar luas di masyarakat, baik yang dicetak dalam buku kumpulan cerpen, koran, majalah, maupun media online. Beragam juga tema yang diangkat nya, dari sekian banyak tema cerpen yang ada, tema pernikahan menjadi sebuah tema yang menarik untuk dibahas.
Gambaran ideal dalam masyarakat tentang keluarga bahagia adalah terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Stereotipe tentang keluarga bahagia di masyarakat ini juga mencoba di representasikan dalam cerpen. Banyak cerpen yang bercerita tentang keluarga bahagia itu adalah keluarga seperti gambaran diatas, sehingga banyak penulis yang mengangkat sisi lain pernikahan dan keluarga yang bahagia, sehingga biasanya mereka banyak menulis tentang keluarga yang tidak harmonis digambarkan karena tidak lengkap nya keluarga itu seperti tidak ada nya salah satu sosok ayah, sosok ibu, sosok anak, sosok anak dengan jenis kelamin tertentu, dalam banyak cerpen banyak permasalahan terjadi karena tidak hadir nya sosok anak laki-laki dalam keluarga.
Seperti didalam cerpen karya Wina Bojonegoro yang rilis pada tahun 2016 berjudul “Pengakuan Rusmini” yang bercerita tentang sebuah keluarga yang melakukan hal yang melanggar norma demi kehadiran anak laki-laki, yaitu dengan menyewa lelaki untuk menghamili tokoh Nyonya Rusmini karena sang suami sah mandul, dimana hal ini menjadi konflik dalam cerpen ini, karena akibat perbuatannya, nyonya Rusmini lah yang mendapatkan kesulitan setelah semuanya terungkap. Dalam cerpen ini terlihat sekali bahwa dalam sebuah keluarga, suami istri harus memiliki anak, padahal seperti yang kita ketahui, bahwa pernikahan merupakan hal suci yang tidak bisa dengan sengaja kita nodai untuk berbagai kepentingan lain.
Orang-orang yang menjadikan karya sastra sebagai acuan dalam menjalani kehidupan, banyak orang yang mengambil amanat dalam karya sastra sebagai acuan dalam kehidupannya juga, maka ada baiknya para penulis, khususnya cerpen bisa menggiring opini bahwa keluarga yang bahagia dan sempurna itu tidak dapat diukur dari lengkap nya keluarga itu, ada atau tidak nya anak dalam keluarga itu seharusnya bisa membuat keluarga itu digambarkan menjadi keluarga bahagia, agar banyak masyarakat yang bisa merasa bahagia dan bersyukur memiliki keluarga apapun konisinya tanpa ada tekanan dari stereotipe yang dibangun publik dan di perkuat oleh karya sastra.
Banyak orang yang menyayangkan banyak cerpen-cerpen atau karya sastra bertema pernikahan dan keluarga seperti yang digambarkan diatas, akan tetapi penggambaran-penggambaran keluarga yang tidak bahagia ketika tidak memiliki anak yang diinginkan, adanya KDRT, perselingkuhan, serta poligami merupakan penggambaran lain yang ingin dimunculkan oleh para penulis untuk dijadikan perbandingan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari atau upaya kritik para penulis terhadap fenomena-fenomena pernikahan dan keluarga yang terjadi di masyarakat. Banyak karya sastra yang dibuat untuk tujuan mengkritisi kehidupan masyarakat agar tidak melakukan hal-hal dianggap menyimpang atau salah oleh para penulis yang dimulai dari keresahan-keresahan yang penulis alami dalam mengamati kehidupan, maka muncullah  karya-karya sastra yang  bertema seperti diatas untuk dijadikan referensi untuk menjalani kehidupan. Penggambaran seperti ini juga akan membuat karya sastra tersebut memiliki nilai lebih dan tidak menjadi karya sastra sekali tafsir dan tidak implisit dalam menyampaikan pesannya yang akan membuat nilai karya sastra itu menjadi rendah.***(Suci Rifiana Putri)


0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 Pena Suci. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.