Pernikahan
merupakan proses untuk menyempurnakan kehidupan sepasang lelaki dan perempuan.
Banyak hal yang dilalui dan dipertimbangkan oleh banyak pasangan sebelum
akhirnya menikah. Ada yang melalui
proses panjang berhubungan untuk saling mengenal pasangan satu sama lain, ada
juga yang hanya sebentar melalui proses pendekatan dan menyegerakan menikah.
Ada pasangan yang menikah karena saling mencintai, ada juga pasangan yang
menikah karena paksaan dijodohkan oleh orangtua. Bagaimanapun prosesnya,
pernikahan adalah suatu hal sakral yang idealnya terjadi satu kali dalam hidup.
Karya-karya
sastra di Indonesia pun tidak luput dari karya yang bertemakan tentang
pernikahan dan keluarga. Banyak karya yang menyoroti tentang kisah cinta yang
bahagia di dalam rumah tangga, banyak juga karya yang mengangkat sisi lain
pernikahan selain kebahagiaan, seperti konflik-konflik rumah tangga, KDRT,
perselingkuhan, dan lain sebagainya.
Karya
sastra seperti novel, cerpen, puisi, ataupun drama merupakan representasi
kehidupan manusia sebenarnya, maka tak jarang banyak isu-isu sosial yang
diangkat menjadi tema sebuah karya sastra. Dibandingkan karya sastra lainnya,
cerpen masih cukup diminati karena cerita nya yang hanya sekali baca. Cerpen
merupakan salah satu karya sastra prosa yang ditulis secara ringkas. Dalam
perkembangannya, karsya sastra cerpen banyak ditulis oleh banyak kalangan dari
beragam usia serta latar belakang. Hal itu juga yang membuat cerita-cerita
dalam cerpen menjadi beragam.
Banyak
cerpen yang sudah beredar luas di masyarakat, baik yang dicetak dalam buku
kumpulan cerpen, koran, majalah, maupun media online. Beragam juga tema yang
diangkat nya, dari sekian banyak tema cerpen yang ada, tema pernikahan menjadi
sebuah tema yang menarik untuk dibahas.
Gambaran
ideal dalam masyarakat tentang keluarga bahagia adalah terdiri dari ayah, ibu,
dan anak. Stereotipe tentang keluarga bahagia di masyarakat ini juga mencoba di
representasikan dalam cerpen. Banyak cerpen yang bercerita tentang keluarga
bahagia itu adalah keluarga seperti gambaran diatas, sehingga banyak penulis
yang mengangkat sisi lain pernikahan dan keluarga yang bahagia, sehingga
biasanya mereka banyak menulis tentang keluarga yang tidak harmonis digambarkan
karena tidak lengkap nya keluarga itu seperti tidak ada nya salah satu sosok
ayah, sosok ibu, sosok anak, sosok anak dengan jenis kelamin tertentu, dalam
banyak cerpen banyak permasalahan terjadi karena tidak hadir nya sosok anak
laki-laki dalam keluarga.
Seperti
didalam cerpen karya Wina Bojonegoro yang rilis pada tahun 2016 berjudul
“Pengakuan Rusmini” yang bercerita tentang sebuah keluarga yang melakukan hal
yang melanggar norma demi kehadiran anak laki-laki, yaitu dengan menyewa lelaki
untuk menghamili tokoh Nyonya Rusmini karena sang suami sah mandul, dimana hal
ini menjadi konflik dalam cerpen ini, karena akibat perbuatannya, nyonya
Rusmini lah yang mendapatkan kesulitan setelah semuanya terungkap. Dalam cerpen
ini terlihat sekali bahwa dalam sebuah keluarga, suami istri harus memiliki
anak, padahal seperti yang kita ketahui, bahwa pernikahan merupakan hal suci
yang tidak bisa dengan sengaja kita nodai untuk berbagai kepentingan lain.
Orang-orang
yang menjadikan karya sastra sebagai acuan dalam menjalani kehidupan, banyak
orang yang mengambil amanat dalam karya sastra sebagai acuan dalam kehidupannya
juga, maka ada baiknya para penulis, khususnya cerpen bisa menggiring opini
bahwa keluarga yang bahagia dan sempurna itu tidak dapat diukur dari lengkap
nya keluarga itu, ada atau tidak nya anak dalam keluarga itu seharusnya bisa
membuat keluarga itu digambarkan menjadi keluarga bahagia, agar banyak
masyarakat yang bisa merasa bahagia dan bersyukur memiliki keluarga apapun
konisinya tanpa ada tekanan dari stereotipe yang dibangun publik dan di perkuat
oleh karya sastra.
Banyak
orang yang menyayangkan banyak cerpen-cerpen atau karya sastra bertema
pernikahan dan keluarga seperti yang digambarkan diatas, akan tetapi
penggambaran-penggambaran keluarga yang tidak bahagia ketika tidak memiliki
anak yang diinginkan, adanya KDRT, perselingkuhan, serta poligami merupakan
penggambaran lain yang ingin dimunculkan oleh para penulis untuk dijadikan
perbandingan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari atau upaya kritik para
penulis terhadap fenomena-fenomena pernikahan dan keluarga yang terjadi di
masyarakat. Banyak karya sastra yang dibuat untuk tujuan mengkritisi kehidupan
masyarakat agar tidak melakukan hal-hal dianggap menyimpang atau salah oleh
para penulis yang dimulai dari keresahan-keresahan yang penulis alami dalam
mengamati kehidupan, maka muncullah
karya-karya sastra yang bertema seperti
diatas untuk dijadikan referensi untuk menjalani kehidupan. Penggambaran
seperti ini juga akan membuat karya sastra tersebut memiliki nilai lebih dan
tidak menjadi karya sastra sekali tafsir dan tidak implisit dalam menyampaikan
pesannya yang akan membuat nilai karya sastra itu menjadi rendah.***(Suci
Rifiana Putri)